Kamis, 03 Juni 2010

"Untukmu Cahayaku"



Kau… estetika dan nuansa kedamaian yang menyuluhkan awal mei nan indah
Kau… limpahkan butir-butir kilau menawan di permukaan hatiku
Kau… luapkan kesenduan yang kian memojokkan karang batinku
Kau… Lantunkan bait-bait naif retorik yang begitu heroik
Kau… Serukan lantang irama indah yang mengawali goyahnya akalku
Kau… suatu dimensi mutakhir memadati setiap beluk lekuk diriku
Kau… Segera, sematkan untaian gejolak dalam indah mimpiku
Kau… lalu, kini, kelak menyentak keriangan pada hela nafasku yang panjang
Kau… inginku, harapku, cemasku.. di atas benderangnya pelita yang kau perankan
Kau… sampai pun inginku…
Kau… tetaplah…., Pancarkan pelita indahmu mengiringi derap degup jantungku..,
Karena…
Kau… cahaya hatiku..
Ya…Sungguh kau…
Noor Aprilia Puspita Sari

-gembyeng ciptadi-
-------------------------------------------------------------------

Puisi itu begitu indah. Tak pernah terucap memang, namun saya bisa rasakan ketulusannya. Ya, puisi pertama yang pernah saya terima dari seorang pria yang pernah hadir, mengisi dan menumpahkan cat warna-warni dalam perjalanan hidup saya.
belum lama saya katakan akan menulis tentangnya. Berhubung suasana hati mendukung, sedikit saya ingin bercerita tentangnya.

Berawal dari masa transisi saya dari pelajar SMA menjadi mahasiswa, saya merasakan banyak hal yang menarik. Tentang orang-orang baru, kehidupan kampus, mahasiswa, organisasi, orasi, konsep diri, argumentasi, dan lainnya termasuk tentang dirinya.

Wajah dengan kesan lugu, menyenangkan dan menyimpan sejuta pertanyaan itu membuat saya bertanya-tanya tentang apa dan siapa dirinya. Wajahnya sangat damai, sebagaimana idealismenya dan ketertarikannya dengan musik reggae. pengetahuannya luas, rendah hati, senang bertemu orang baru, merasa bebas berada di keramaian, memiliki perspektif yang luar biasa tentang bagaimana memandang dan mengapresiasi seni, ramah, penyabar, tidak mudah meluapkan emosi dalam bentuk fisik, plegmatis, pemikir, kritis, idealis, berpendirian kuat, teguh, dan tenang.

Nyaman.
Itulah perasaan yang saya rasakan saat bersamanya. Kami melakukan banyak hal menarik yg dianggap aneh oleh banyak pasangan lainnya,memanjat pagar taman Monas yang tingginya hampir 2 meter, saling bertukar pikiran, mengkritisi banyak hal, menerapkan teori pada realita-realita sosial,mentertawakan hedonisme, dan masih banyak lagi. Kami bercerita, berdongeng tentang kehidupan dan meresapi makna-maknanya. Celetukannya, canda tawanya, senyumannya membuat saya senantiasa tersenyum.
Indah. Indah sekali kawan..percayalah.

Banyak tempat yang belum pernah saya jejaki selama ini. Ia membawa saya ke semua tempat itu. memandang penjuru Ibu Kota dengan bebas dari Monumen Nasional. Sudah hampir 15 tahun saya tinggal di Jakarta, namun sayangnya saya tidak memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk menikmati tempat-tempat menariknya. Kali itu, saya begitu bahagia. Kami banyak menyambangi pertunjukan-pertunjukan teater dan musik, menikmati angin malam dan suasana Ibu Kota di malam hari. Indah....sekali.

ia seperti sahabat, kakak, ayah, dan pacar pertama saya. Caranya mencintai memang terkadang sulit dimengerti. Namun begitulah ia. Membari tanpa perlu diketahui, menyayangi dengan sikap dan perilakunya, menenangkan gundah banyak orang dengan logikanya. Ia hadir di usia saya yang ke 19. Di ulang tahun saya yang ke 19, kami belum mengikat diri satu sama lain. Ia memberikan hadiah buku yang berjudul "BE HAPPY". Ia ingin saya bahagia kawan, Ia ingin saya merasa bahagia bersamanya (atau mungkin tanpanya). Setidaknya saya mengerti, betapa ia inginkan saya untuk bahagia.












Taman Ismail Marzuki, 7 Mei 2008.
Alunan musik karya kelompok musik KUAETNIKA masih mengalun indah, ramai, meriah di hati kami, walaupun kami sudah melangkahkan kaki keluar gedung Graha Bakti Budaya menuju tempat parkir. Malam itu, pukul 23.00 WIB dan kami masih merasakan euforia pertunjukan yang sudah usai 10 menit yang lalu. Tempat parkir saat itu masih begitu padat, sumpek, riuh dengan asap knalpot motor dan penjaganya yang sok sibuk menerima pembayaran dan karcis para pengendara motor. kami memutuskan untuk duduk dan bersantai sejenak di bawah pohon tidak begitu jauh dari tempat parkir, sambil menunggu suasana lebih lengang.
Saya menari, melompat kesana kemari, berdendang sedikit berlebihan karena efek pertunjukan tadi. Ia duduk dengan tenang di trotoar jalan. Saya sibuk menendangi botol Aqua kosong yang terus mengejek saya. Setelah cukup lelah, saya kemudian duduk di sampingnya.
Diam..tenang..

Saat itu saya begitu penasaran dengan apa yg sedang ia pikirkan. Sepertinya ada beban dan masalah yang belum terselesaikan. Saya berusaha bertanya dan menawarkan bantuan. Ia hanya tersenyum.
Ia mulai bercerita. Alurnya mundur. Ia bercerita tentang selulusnya ia dari bangku SMA, sempat belajar bahasa jerman di Guthe Institute,sampai dengan ia mengenal saya.
Suasana malam semakin dingin, suara-suara motor yang tadi begitu bising kini sunyi senyap.
ceritanya begitu menarik dan sangat kronologis. (saya selalu tertarik mendengarkan ceritanya tentang apapun). Sampai tiba di suatu pernyataan ketika pertama kali hingga saat itu ia mengenal saya. kenapa ceritanya menuju pada diri saya??
mencermati ceritanya tentang saya, rasa kantuk saya lenyap perlahan. Maklum..mungkin efek narsisme saya muncul, jadi saya senang mendengar pandangan-pandangan, kesan darinya terhadap diri saya :)
Astaga..saya terbang beberapa centimeter dari tempat saya duduk!
(hehehe...)

Saya semakin gugup. Tangan mulai dingin. Pikiran berkelana tak tentu arah.
Ia katakan.. Ia nyaman dengan saya, ia merasa bahagia dan menyayangi saya?!
Dig...dig...dig....
saya tertegun. Terpaku. Hening.
(Stay Cool ita..tenang...haduh..musti berekspresi gmn ya?) kurang lebih seperti itu yang saya pikirkan di alam sadar saya.

Sekarang giliran saya bicara. Saya ceritakan semua yg saya alami. Persis seperti caranya menceritakan kronologis kehidupannya sampai dengan kami bertemu dan saling merasa nyaman.
Saya merasa ada hal aneh yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.
Saya tersenyum.
Ya..saat itu yg saya ingat, hanya..
Saya tersenyum.

Saya memecah kekakuan dan kebekuan suasana di antara kami. saya rasa sudah waktunya kami beranjak pulang, karena tinggal motornya yang ada di tempat parkir. kasihan tukang parkir sudah celingak-celinguk mencari empunya motor itu.

Selama perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara. Saya cenderung diam dan berpikir dalam-dalam.(jujur saja saya ngantuk! :0)hehe...
Tapi saya merasa begitu bahagia..sangat bahagia. Begini ya rasanya disayangi..
Saya meneteskan air mata yang saya sendiri tak paham mengapa. Air mata itu terus menetes diluar kendali saya.
Mulai saat itu, saya menaruh harapan. Menghadapi warna lain dari hidup saya. menikmati sensasinya. 2 Tahun kami bersama. melakukan lebih banyak hal. Kami berusaha untuk memahami, menghargai satu sama lain. Dilematika mulai muncul, konflik menjadi hal yang menarik untuk dianalisa dan diselesaikan.
Indah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar