Senin, 23 Agustus 2010

Cinta Segitiga (Antara Aku, "Sneakers" dan "High-heels")




















"Kamu mau interview magang, kok dandanan'nya begitu Ta?"


Spontan pertanyaan itu membidik pikiran saya yang dengan polosnya merasa penampilan saya baik-baik saja. Mba Anna (rangking 1 dari 10 dosen kesayangan saya--yang ternyata baru kemarin berulang tahun--Happy birthday mba, hugs!)punya peran penting dalam karier perkuliahan dan motivasi saya. Nama beliau pun tercatat di daftar orang2 yg menjadi "inspirasiku" yang sengaja saya buatkan album khusus di facebook :)
Oke, balik lagi ke pertanyaan di atas..

Jadi, ceritanya hari ini saya akan bertemu dengan Bp.Wayan, seorang Group Brand Support & Compliance manager PT Holcim untuk melamar magang. kantornya di Kuningan-jakarta Selatan (wilayah yang khas dengan eksekutif muda, tua, lansia, dan kemacetan). namun sebelumnya, perjalanan saya hari ini dimulai dari kampus karena harus mengambil surat keterangan magang dari fakultas. Saya membayangkan hari ini cuaca akan sangat terik, maka tidak pikir panjang, saya hanya mengenakan kemeja putih, jeans, sneakers dan sedikit sentuhan feminim. Entah kenapa saya ngga mood mengenakan celana bahan atau blezzer (mengingat hari ini saya akan interview dan menginjakkan kaki di gedung pencakar langit yang penuh dengan manusia berpenampilan maksimal).
Setibanya di kampus, saya sempat menyapa Mba Anna, dan tiba-tiba pertanyaan di atas beliau lontarkan ke saya.
Saya hanya bisa menjawab..

"ha?? i...iya...mba..emang knp??salah ya??"
Mba Anna : " hmm...ganti 1000x! kamu harusnya pake celana bahan, kemeja rapi,spatu yg formal. dan ngga bolong kyk gitu"
(Well, dimana coba tempat terdekat saya bisa meminjam semua properti itu..?kalo ngga harus pulang lagi ke rumah..? oh..my..god. saya harus balik lagi ke rumah..fiuuh..okelah..)

Ojek..menjadi pilihan trasportasi paling ideal saat itu. Saya janji bertemu Bp.Wayan pukul 1 siang, sedangkan pukul 11 saya masih berkeliaran di daerah Depok dan sekitarnya. Sampai rumah, saya langsung siapkan baju super formal dan mengganti sneakers kesayangan saya dengan high-hells kebencian saya..ooh Tuhan..haruskah ini terjadi..(huhu..)
Baiklah..saya memang mau mengenakan high-heels, namun saya ngga nyaman. Kalau ngga sangat terpaksa, akan saya jauhkan sepatu kegemaran para wanita itu dari jangkauan saya. Tapi apa boleh buat,selama saya magang nyatanya lebih disarankan memakai sepatu formal yang ber'hak. (sebentar...kalo istilah 'disarankan" jadi bukan berarti tidak diperbolehkan memakai sneakers kan..?hihi..*teteup).

Maka dengan sedikit rasa ngga ikhlas saya mengenakan high-heels seharga 40ribu yang saya beli setahun lalu. Bisa ditebak, dengan harga sekian ngga akan menggaransi keselamatan dan kemulusan ^.^ kaki saya, karena alhasil kaki saya akan lecet di sana -sini. hiks.. Perjalanan saya menuju lokasi interview, saya mulai dengan optimis. Astaga....! sesampainya di halte busway, saya baru ingat kalau saya lupa membawa sandal jepit atau sejenisnya untuk menyelamatkan kaki saya sepulang dari interview.
Entah kenapa, saya merasa seperti anak kecil yang memakai sepatu Ibunya. hehe..rasanya pengen sok feminim, tapi agak maksa juga ya..
So, life must go on..apa yang terjadi, terjadilah..
Dan hal yang sangat memalukan benar-benar terjadi! Saya berusaha menyeimbangkan tubuh saya ketika menaiki Bus, namun nasib berkata lain, tiba-tiba.. BRAKKK!!
ohh..oke..kenyataannya saya terjatuh dengan posisi mempertaruhkan harga diri. Tidak pikir lama, saya langsung bangkit tanpa mengharapkan pertolongan dan belas kasihan siapapun. Maluuuuu......sekali rasanya, tapi hidup tetap berjalan, waktu tetap berputar searah jarum jam, ngga mungkin juga saya bisa menghentikan waktu dan mem-freeze- orang2 yang dengan kaget menatap saya yang sedang "asik" terjatuh di hadapan mereka. Atau semakin mustahil untuk saya tiba2 menghilang dan berada di kutub utara, hanya karena menghindari rasa malu.
30 menit kemudian, saya sampai di lokasi. Gedung pencakar langit itu seketika pula mencakar-cakar pikiran saya. Baru saja berlalu sekelompok wanita muda dengan dandanan menawan, wangi yang semriwing dan celetukan manis yang membuat mereka tertawa hingga terlihat begitu rapi behel yang memagari gigi mereka. oooh... Jakarta.
Gedung itu penuh dengan mahluk sedemikian rupawan. Mereka menyelaraskan diri dengan norma-norma dunia kerja. Ya, memang sudah semestinya begitu.

Saya cinta sneakers, tapi karena keadaan saya harus menaruh hati pada si high-heels. ahaha...norak ya analoginya...(biarin..)
Cinta segitiga antara kami membuat saya agak sinting. Saya merasa kalau saya ini orang yang setia (mungkin juga saya terapkan dalam menjalin hubungan). Kalau saya sudah cinta pada suatu hal, maka saya akan setia padanya. Contoh, saya suka ayam penyet di kantin kampus saya, dan selama berminggu-minggu setiap makan di kantin, saya setia pada si ayam yang nasibnya mengenaskan itu (baca :dipenyet):)
Dan kali ini saya sudah semester 7..di mana kawan2 saya mulai mengubah gaya berpenampilan mereka. Dari mulai pakaian, sepatu, hingga tata rias wajah. Sedangkan saya??

"Ita....ita...dari dulu kok gaya lw ngga berubah ya..model spatu juga ngga ganti-ganti?! Cewe mah dandan gitu...ke salon..ke spa..pake spatu yg ada hak nya, biar keliatan feminim"
Ucap salah seorang senior saya dengan lantangnya sambil tertawa tanpa dosa.

Memangnya kenapa sih..ada yg salah dengan gaya berpakaian saya..? ada yg merasa terganggu rasa kemanusiaan dan hak-hak nya dengan gaya berpenampilan saya?? Kenapa mereka sibuk sekali mengomentari hidup saya? yaa...saya anggap mereka peduli saja. daripada emosi. Namun semua itu menjadi disonansi kognitif bagi saya..
(Teori disonansi kognitif : sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut).
Sikap dan perilaku saya yg tidak konsisten adalah : "saya sudah semester 7 dan akan masuk ke dunia kerja, namun saya masih nyaman berpenampilan simple hanya dengan jeans, t'shirt dan spatu kets).

Saya baru ingat salah seorang musisi favorit saya, Dik Doank pernah mengungkapkan pernyataan, demikian bunyinya :
"Hidup adalah proses. Proses adalah perubahan,dan perubahan itulah yang menandakan kita hidup”

Kata-kata itulah yang akhirnya membuat saya mampu berpikir lebih luas. Karena hidup memang penuh dengan norma dan nilai-nilai. Setiap tahap dalam proses kehidupan saya akan menuntut saya untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai yang berlaku dan dijunjung tinggi. High-heels adalah sebuah produk dari norma-norma yang dianggap ideal oleh kalangan praktisi dan dalam dunia kerja. khususnya bagi wanita. Kalau memang saya harus melakukan perubahan yang bermanfaat, toh tidak ada salahnya.
Namun, apa yang sudah saya cintai akan tetap menjadi identitas yang tidak dapat dipisahkan dari diri saya sendiri.
Saya masih punya banyak cara untuk berpenampilan sesuai norma dunia kerja, tanpa menghilangkan jati diri dan identitas saya..:)
be your self, and be brave to make a changes..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar