Selasa, 24 Agustus 2010

Pamer "Blackberry"

Ada satu cerita menarik yang membuat saya tidak habis pikir..

kejadiannya belum lama.. Tempat Kejadian Perkara (TKP) nya di Bus Trans Jakarta di tengah perjalanan saya ke suatu tempat.
Siang itu, Bus tidak terlalu padat. Saya beruntung mendapatkan bangku, memasang headset dan memulai perjalanan dengan iringan musik dari MP3 handphone saya. Tidak lama, bus berhenti di Shelter daerah Pejaten. Penumpang yang menanti di Shelter itu cukup banyak. Wajah mereka rata-rata sedikit mengkerut, alis matanya bertemu di pertengahan wajah, dan bibir mereka sedikit komat-kamit, berharap mendapatkan bangku kosong yang masih tersisa di Bus itu.

Seorang pria yang kira-kira berusia 40 tahun cukup beruntung, ia duduk tepat di sebelah saya. (Dia mendapatkan 2 keberuntungan hari itu, pertama, ia mendapatkan bangku kosong, dan kedua, dia duduk disebelah gadis cantik peranakan jawa-pontianak)^.^ Postur tubuhnya seperti Rhoma Irama, rambutnya basah dengan gel yang wanginya khas pria sejati..(hihi..agak malay melanjutkan deskripsi ini. Baiklah, karena saya orangnya ngga nanggung-nanggung, mari kita bahas lebih lanjut).

Kalau kira-kira saya harus menyapa beliau, saya akan memanggil beliau dengan sebutan "Pak" ngga mungkin "Mas" apalagi "Om"..(hehe..emangnya saya...??idih..sorry ya..hha)
Tidak lama setelah beliau duduk, tangannya mengeluarkan sebuah gadget yang saat ini dianggap update, gaul, keren, high-tech, stylish, oleh sebagian manusia di planet ini. Jemarinya sibuk mengotak atik dan membolak-balik benda itu, menggenggamnya dan mengarahkan tinggi-tinggi sejajar dengan wajahnya. Sikapnya agak berlebihan dan cukup menyita perhatian beberapa orang yang duduk dengan normal di sampingnya, termasuk sayaSaya masih pura-pura tidak memerhatikan gerak-geriknya yang mulai "over". Tidak lama, saya mulai risih dengan kelincahan tangan BELIAU memontang-mantingkan BB nya itu. mata saya pun akhirnya saya jatuhkan tepat di wajah beliau. Sedikit mengkerut dengan ekspresi "apaan si???"
ternyata, saya baru sadari, sedari tadi beliau "pecicilan" begitu karena berharap dilihat orang lain.

"Ini, temen saya BBM-in saya dari tadi ngga abis-abis ceritanya"

*saya bingung, tu Bapak kenapa ya..saya kan ngga tanya.....
Saya hanya meringis sinis menanggapi tingkahnya yang menurut saya semakin aneh. Handphone saya tipe NEXIAN yang layar kacanya sudah membelah (baca:pecah)saya sembunyikan di balik tas. Karena saya berniat mengganti lagu di playlist mp3 saya, terpaksa saya keluarkan dari dalam tas. Tiba-tiba suara Rhoma Irama KW-3 mendayu-dayu tepat di samping telinga saya..

"Lho, HPnya kok Pecah Dek? dibanting ya? Kan sayang..Itu Blackberry bukan ya? kok beda bentuknya??"

Alamak...!! Kali ini saya emosi. tapi ruang publik memaksa saya untuk tetap behave.

"Ohh..hehehe..iya Pak, pecah. Biar lebih nyeni aja" Saya sudah kehabisan kata-kata menjawab pertanyaan paling ngga penting sejagat raya itu.

"Haha..biar lebih berseni gimana toh? Kalo Saya sih sayang HP pecah gitu layarnya. Mendingan diservice..jadi bagus lagi"

Beliau menahan ketawa karena mendengar pernyataan saya tadi sambil memutar-mutar Blackberry kebanggaannya itu. Sepertinya beliau lupa dengan pertanyaannya tentang "Itu Blackberry bukan ya?"..(Baguslah..paling tidak puasa saya ngga batal karena akan tambah emosi.

Saya rasa beliau itu baru beli Blackberry dan haus apresiasi orang akan benda itu. Aduuh....saya ngga habis pikir..
Bus kami sudah melewati lebih dari 4 shelter. Yaampun..saya sampai terhipnotis dengan emosi saya sendiri menanggapi tingkah Bung Rhoma tadi. Sesampainya di Shelter berikutnya, beliau beranjak dari tempat duduknya.
"alhamdulillah..." hanya itu yang terucap dalam hati saya.

"Saya duluan ya dek, HP nya diservice aja.. mari.."

".................................................."

yah..rasanya Bapak tadi betul-betul aneh bin ajaib. Sok tau, sok oke, sok iye.
Ada apa ya dengan Blackberry??
Percaya atau tidak, hampir semua orang yang saya temui sepanjang jalan sibuk mengotak-atik Blackberry mereka. Sebuah fenomena.

Senin, 23 Agustus 2010

Cinta Segitiga (Antara Aku, "Sneakers" dan "High-heels")




















"Kamu mau interview magang, kok dandanan'nya begitu Ta?"


Spontan pertanyaan itu membidik pikiran saya yang dengan polosnya merasa penampilan saya baik-baik saja. Mba Anna (rangking 1 dari 10 dosen kesayangan saya--yang ternyata baru kemarin berulang tahun--Happy birthday mba, hugs!)punya peran penting dalam karier perkuliahan dan motivasi saya. Nama beliau pun tercatat di daftar orang2 yg menjadi "inspirasiku" yang sengaja saya buatkan album khusus di facebook :)
Oke, balik lagi ke pertanyaan di atas..

Jadi, ceritanya hari ini saya akan bertemu dengan Bp.Wayan, seorang Group Brand Support & Compliance manager PT Holcim untuk melamar magang. kantornya di Kuningan-jakarta Selatan (wilayah yang khas dengan eksekutif muda, tua, lansia, dan kemacetan). namun sebelumnya, perjalanan saya hari ini dimulai dari kampus karena harus mengambil surat keterangan magang dari fakultas. Saya membayangkan hari ini cuaca akan sangat terik, maka tidak pikir panjang, saya hanya mengenakan kemeja putih, jeans, sneakers dan sedikit sentuhan feminim. Entah kenapa saya ngga mood mengenakan celana bahan atau blezzer (mengingat hari ini saya akan interview dan menginjakkan kaki di gedung pencakar langit yang penuh dengan manusia berpenampilan maksimal).
Setibanya di kampus, saya sempat menyapa Mba Anna, dan tiba-tiba pertanyaan di atas beliau lontarkan ke saya.
Saya hanya bisa menjawab..

"ha?? i...iya...mba..emang knp??salah ya??"
Mba Anna : " hmm...ganti 1000x! kamu harusnya pake celana bahan, kemeja rapi,spatu yg formal. dan ngga bolong kyk gitu"
(Well, dimana coba tempat terdekat saya bisa meminjam semua properti itu..?kalo ngga harus pulang lagi ke rumah..? oh..my..god. saya harus balik lagi ke rumah..fiuuh..okelah..)

Ojek..menjadi pilihan trasportasi paling ideal saat itu. Saya janji bertemu Bp.Wayan pukul 1 siang, sedangkan pukul 11 saya masih berkeliaran di daerah Depok dan sekitarnya. Sampai rumah, saya langsung siapkan baju super formal dan mengganti sneakers kesayangan saya dengan high-hells kebencian saya..ooh Tuhan..haruskah ini terjadi..(huhu..)
Baiklah..saya memang mau mengenakan high-heels, namun saya ngga nyaman. Kalau ngga sangat terpaksa, akan saya jauhkan sepatu kegemaran para wanita itu dari jangkauan saya. Tapi apa boleh buat,selama saya magang nyatanya lebih disarankan memakai sepatu formal yang ber'hak. (sebentar...kalo istilah 'disarankan" jadi bukan berarti tidak diperbolehkan memakai sneakers kan..?hihi..*teteup).

Maka dengan sedikit rasa ngga ikhlas saya mengenakan high-heels seharga 40ribu yang saya beli setahun lalu. Bisa ditebak, dengan harga sekian ngga akan menggaransi keselamatan dan kemulusan ^.^ kaki saya, karena alhasil kaki saya akan lecet di sana -sini. hiks.. Perjalanan saya menuju lokasi interview, saya mulai dengan optimis. Astaga....! sesampainya di halte busway, saya baru ingat kalau saya lupa membawa sandal jepit atau sejenisnya untuk menyelamatkan kaki saya sepulang dari interview.
Entah kenapa, saya merasa seperti anak kecil yang memakai sepatu Ibunya. hehe..rasanya pengen sok feminim, tapi agak maksa juga ya..
So, life must go on..apa yang terjadi, terjadilah..
Dan hal yang sangat memalukan benar-benar terjadi! Saya berusaha menyeimbangkan tubuh saya ketika menaiki Bus, namun nasib berkata lain, tiba-tiba.. BRAKKK!!
ohh..oke..kenyataannya saya terjatuh dengan posisi mempertaruhkan harga diri. Tidak pikir lama, saya langsung bangkit tanpa mengharapkan pertolongan dan belas kasihan siapapun. Maluuuuu......sekali rasanya, tapi hidup tetap berjalan, waktu tetap berputar searah jarum jam, ngga mungkin juga saya bisa menghentikan waktu dan mem-freeze- orang2 yang dengan kaget menatap saya yang sedang "asik" terjatuh di hadapan mereka. Atau semakin mustahil untuk saya tiba2 menghilang dan berada di kutub utara, hanya karena menghindari rasa malu.
30 menit kemudian, saya sampai di lokasi. Gedung pencakar langit itu seketika pula mencakar-cakar pikiran saya. Baru saja berlalu sekelompok wanita muda dengan dandanan menawan, wangi yang semriwing dan celetukan manis yang membuat mereka tertawa hingga terlihat begitu rapi behel yang memagari gigi mereka. oooh... Jakarta.
Gedung itu penuh dengan mahluk sedemikian rupawan. Mereka menyelaraskan diri dengan norma-norma dunia kerja. Ya, memang sudah semestinya begitu.

Saya cinta sneakers, tapi karena keadaan saya harus menaruh hati pada si high-heels. ahaha...norak ya analoginya...(biarin..)
Cinta segitiga antara kami membuat saya agak sinting. Saya merasa kalau saya ini orang yang setia (mungkin juga saya terapkan dalam menjalin hubungan). Kalau saya sudah cinta pada suatu hal, maka saya akan setia padanya. Contoh, saya suka ayam penyet di kantin kampus saya, dan selama berminggu-minggu setiap makan di kantin, saya setia pada si ayam yang nasibnya mengenaskan itu (baca :dipenyet):)
Dan kali ini saya sudah semester 7..di mana kawan2 saya mulai mengubah gaya berpenampilan mereka. Dari mulai pakaian, sepatu, hingga tata rias wajah. Sedangkan saya??

"Ita....ita...dari dulu kok gaya lw ngga berubah ya..model spatu juga ngga ganti-ganti?! Cewe mah dandan gitu...ke salon..ke spa..pake spatu yg ada hak nya, biar keliatan feminim"
Ucap salah seorang senior saya dengan lantangnya sambil tertawa tanpa dosa.

Memangnya kenapa sih..ada yg salah dengan gaya berpakaian saya..? ada yg merasa terganggu rasa kemanusiaan dan hak-hak nya dengan gaya berpenampilan saya?? Kenapa mereka sibuk sekali mengomentari hidup saya? yaa...saya anggap mereka peduli saja. daripada emosi. Namun semua itu menjadi disonansi kognitif bagi saya..
(Teori disonansi kognitif : sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut).
Sikap dan perilaku saya yg tidak konsisten adalah : "saya sudah semester 7 dan akan masuk ke dunia kerja, namun saya masih nyaman berpenampilan simple hanya dengan jeans, t'shirt dan spatu kets).

Saya baru ingat salah seorang musisi favorit saya, Dik Doank pernah mengungkapkan pernyataan, demikian bunyinya :
"Hidup adalah proses. Proses adalah perubahan,dan perubahan itulah yang menandakan kita hidup”

Kata-kata itulah yang akhirnya membuat saya mampu berpikir lebih luas. Karena hidup memang penuh dengan norma dan nilai-nilai. Setiap tahap dalam proses kehidupan saya akan menuntut saya untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai yang berlaku dan dijunjung tinggi. High-heels adalah sebuah produk dari norma-norma yang dianggap ideal oleh kalangan praktisi dan dalam dunia kerja. khususnya bagi wanita. Kalau memang saya harus melakukan perubahan yang bermanfaat, toh tidak ada salahnya.
Namun, apa yang sudah saya cintai akan tetap menjadi identitas yang tidak dapat dipisahkan dari diri saya sendiri.
Saya masih punya banyak cara untuk berpenampilan sesuai norma dunia kerja, tanpa menghilangkan jati diri dan identitas saya..:)
be your self, and be brave to make a changes..

Jumat, 06 Agustus 2010

Percayalah, Tidak selamanya saya bisa dipercaya.

Hiyaaa....sudah 2 bulan saya tidak membiarkan jemari saya menari-nari di atas keyboard laptop kesayangan saya ini, setidaknya untuk menuangkan sekelumit warna-warni kehidupan. :)
Ada banyak kejadian yang terdramatisir secara alamiah di depan mata saya beberapa waktu belakangan. Salah satunya adalah ketika otak saya mulai "melemah" dan ingin lepas dari segala hal yang berbau rutinitas. Saya ingin belanja, liburan, jalan-jalan, makan-makan, atau hanya sekedar tidur-tiduran di kamar kesayangan. Rasanya saya seperti bukan manusia yang berpikir dan berpendidikan. Ingin melakukan hal-hal di luar nalar dan lepas dari norma serta aturan.
Saya yakin itu normal.
Tapi sayang, saya tidak dapat sepenuhnya merealisasikannya.

Tanggung jawab. menjadi hal yang memenuhi sebagian volume otak saya.
saya terbiasa menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang berdekatan. Membuat sebagian program kerja dan merealisasikannya dengan modal 'sok tau' dan menghargai pengalaman baru. Mengerjakan ini itu, dengan si ini, si itu, terlalu dinamis. Hingga saya berada di suatu titik jenuh, di mana saya sama sekali tidak ingin berbuat apa-apa.

Kawan-kawan saya terlalu percaya dengan saya.
Percaya??
Tolong sementara ini kalian jangan dulu percaya pada saya. Terkadang terlalu dipercaya oleh orang lain membuat diri kita lelah. Ekspektasi di luar sana begitu tinggi dan orang-orang meletakkan standar yang tinggi pada diri kita. tapi itu bukan hal yang salah. george McDonnalds mengungkapkan "To be trusted is a greater compliment than to be loved".
Ada benarnya memang. Sebuah kehormatan dan penghargaan yang luar biasa ketika kita menjadi pribadi yang sepenuhnya dipercaya orang lain, apalagi orang banyak.

Saya bersyukur karena banyak orang yang mempercayai kemampuan saya. Bahkan saya sendiri terkadang bingung. Banyak hal baru yang belum pernah saya lakukan, hanya dengan modal percaya, orang lain memberikan tanggung jawab pada saya. Dan sejauh ini, saya berusaha melakukan sebaik mungkin demi kebahagiaan orang lain dan pengalaman berharga bagi saya.
Selama masa perkuliahan, Saya berusaha untuk menjadi "sesuatu", memiliki "sesuatu" yang dapat menjadi alasan kuat untuk membuat orang lain percaya pada saya. Saya menikmati betul hal-hal baru yang ada dihadapan saya di masa kuliah. Saya tertarik untuk terjun dan mendedikasikan diri pada organisasi intern tingkat fakultas maupun universitas. Terlibat aktif di berbagai kegiatan, dan masih banyak lagi kegiatan ekstrakulikuler yang saya geluti, Radio salah satunya. Di luar semua itu, saya tetap seorang mahasiswa yang memiliki tanggung jawab akademis. Oleh karena itu, bukan hal yang mudah untuk mengimbangkan antara prestasi akademis dan non-akademis. Semuanya perlu pengorbanan kawan..

Ada sekilas cerita yang saya alami belum lama ini. Dan kejadian itu membut saya berpikir dalam-dalam. Bahwa diri kita sendirilah yang menentukan apakah kita layak dipercaya atau tidak oleh orang-orang di sekitar kita. Kita pula yang paham betul kapasitas serta batas kemampuan diri kita. Keterbatasan dan ketidaksempurnaan kita sebagai manusia sudah semestinya kita amini. Sehingga orang lain tidak akan terlalu kecewa bilamana sewaktu-waktu harapan dan kepercayaan mereka tidak sesuai dengan kenyataan.

Semester 6 yang telah saya lalui dengan cukup baik meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Semester ini adalah saat ketika saya merasa begitu "jenuh" dengan rutinitas perkuliahan dan organisasi kampus. Semester ini, Indeks prestasi kumulatif (IPK) saya 3,92. turun sebanyak 0,3 poin dari semester sebelumnya yaitu 3,95. Banyak pihak yang merasa kecewa lantaran IPK saya turun. Belum lagi celetukan teman2 kuliah tentang nilai "B" yang saya dapat di beberapa mata kuliah.
"Ternyata Ita bisa juga dapet B, kirain makanannya A terus..ahaha"
Saya hanya menjawab dalam hati "Aha??...trus knapa, penting banget. gw mau dapet E juga bisa!"

yayaya...
Ada lagi..
Semester ini waktunya saya untuk magang di perusahaan yang sesuai dengan peminatan saya, yaitu komunikasi strategis. Saya memang terlambat untuk mempersiapkan tujuan tempat saya magang. Alhasil, saya sedikit kelabakan mencari tempat magang yang sesuai dan "pas" dengan minat saya.
1 perusahaan komunikasi menjadi tujuan lamaran magang saya. 1 hari, 2 hari, 3 hari...saya menunggu panggilan dan berharap diterima magang di perusahaan tersebut. Kira2 seminggu saya menunggu. Suatu pagi, saya begitu penasaran dan mulai membuka email saya, berharap ada email balasan dari pihak perusahaan tersebut.
Taraaaa.........!
YES! ada email masuk dari HRD!
saya membuka dengan tidak sabar dan sedikit komat-kamit, berdoa dengan penuh harap, isi email ini adalah kabar baik.

DASH!!!!
Permintaan maaf disampaikan oleh sang pengirim, dengan menyebutkan kalau saat ini perusahaan tersebut belum menerima peserta magang. Email itu berakhir dengan doa dan kalimat menyemangati, mungkin sang pengirim tahu kalau saya akan kecewa seperti putus dengan pacar saat mengetahui penolakan lamaran magang itu.

Well....... saya ditolak.

Saya mulai lemas. sedikit pesimis. dan kecewa.
beberapa kawan saya mengetahui hal tersebut. mereka tidak banyak berkomentar. Tapi...ada satu mahluk yang berkomentar ketika mengetahui bahwa lamaran magang saya ditolak.
"Ah, masa sih ditolak?? ITA GITU LHO?"

See...? lihat kata2 terakhir.. "Ita githu Lho..."
Ada apa dengan Itha Gitu Lho..??????
Ya...saya sudah bisa menyimpulkan simbol dibalik kalimat tersebut.
Helooo.....
Saya juga manusia. Yang berhak GAGAL. berhak belajar dari kegagalan.
Ahh..yasudahlah.
Saya masih menunggu 2 kemungkinan gagal lagi. Tapi saya selalu mencoba optimis.
Semoga salah satu dari lamaran saya diterima.
Amin. :)