Sabtu, 19 November 2011

Antara Mercy dan Taksi

4 November 2011

Malam itu menjadi malam yang panjang dan sedikit "semprul" untuk sebuah perjalanan dinas yang seharusnya bisa nampak lebih keren.

Perjalanan dinas (business trip) saya dari Surabaya kali ini akan segera berakhir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sepanjang jalan menuju Bandara Juanda pun tidak semudah dan seindah yang saya bayangkan. Surabaya, layaknya Ibu Kota, teryata memang identik dengan realita macetnya, walaupun tidak se'laknat' Ibu Kota tujuan saya pulang kali ini.
Pukul 19.45, saya seharusnya sudah duduk manis di pesawat sambil sesekali mengamati bulu mata para pramugari yang bersliweran di kabin. Tapi itu kan idealnya...tenang..kali ini saya tidak akan menceritakan sesuatu yang ideal & normal. hehe.. kenyataannya, saya masih duduk di ruang tunggu pesawat sambil terpana menonton aksi panggung Agnes Monica di TV kecil di sudut ruang tunggu pesawat. Pemberitahuan tentang keterlambatan pesawat (delay) dari petugas bandara sudah beberapa kali terdengar dan membuat sebagian calon penumpang resah dan gelisah. Ahh..ekspektasi mereka terlalu tinggi pada pesawat belabelkan lambang negeri ini.

30 menit berlalu. Saatnya memasuki pesawat. Ritual mengamati bulu mata para pramugari pun dimulai. :) Saya suka dengan
cara berdandan para pramugari. Cukup elegan walau terkadang nampak seperti atlet angkat beban saat mereka membantu menaikkan barang & koper para penumpang ke bagasi di kabin pesawat. Yak...15 menit kemudian, pesawat pun mulai take off. Perjalanan di udara ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit. Kurang lebih saya sampai di Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 22.00.

Di pintu keluar terminal kedatangan bandara berharap ada yang mengangkat-angkat banner bertuliskan "Miss Noor Aprilia" haha... ternyata itu hanya khayalan (yaiyaalah! ngayal!) -__-
Ahh..bus Damri sepertinya sudah tidak bersahabat sodara-sodara. Alhasil saya agak planga-plongo di tengah keramaian. Namun, sadar ada seorang calo taksi yang memerhatikan saya dan sudah mengamati saya dari kejauhan dengan tajam seperti melihat tulang (berarti dia guk2 dong? hehehe), saya langsung berlagak sotoy mendekat ke arah keramaian orang yang sedang mengantri tiket taksi resmi.

"Mbak, pulang ke mana? 150rb aja, jauh-dekat"

(buset..dikira angkot, jauh-dekat 2 rebu!?)
Calo itu terus mendekat dan sedikit agresif menawarkan taksi pada saya. Dia terus membuntuti, bahkan saat saya mulai mendekati pintu toilet pun dia tak juga gentar & patah arang.. :P
Dari kejauhan, saya melihat kawan satu kantor saya yang sedang mengantri giliran mendapatkan taksi. Saya mendekat dan berusaha menyapanya di antara keramaian orang di sekitarnya. Saya sempat meminta saran padanya apa alternatif lain untuk pulang tanpa harus menunggu lama antrian taksi yang panjang itu, dan ia menyarankan, karena ini adalah business trip, saya berhak naik taksi executive bercat hitam yang argonya dimulai dari angka Rp15rb :)

"Mbak...kenapa mbak, kok ga mau naik taksi saya? Ga percayaaa...ga percayaaa.... ga percaya ya mba...?! ga bakal ditipu mba! takut amat..."

Wuiih...suara itu membuat darah saya langsung naik poll! Emosi pun tersulut.
Tak pelak, nada sopran saya khusus saya keluarkan untuk mahluk-mahluk yang ga sopan seperti dia!

"Woyy! Masalah lo apa mas! Terserah gw lah mau percaya sama siapa!! Mau nyari ribut lo!?"

Suara saya memang sempat menarik perhatian orang-orang di sekitar, namun 5 detik kemudian, saya bergegas sambil emosi meminta orang yang mengatur giliran taksi untuk mencarikan taksi eksekutif sesegera mungkin. Calo taksi itupun mulai menciut nyalinya. Perlahan ia hilang di keramaian,. Huh, tapi emosi saya masih belum hilang. Setelah mendapatkan tiket taksi dengan charge 8ribu rupiah, saya bergegas naik tanpa pikir panjang.

"Selamat malam.... boleh tau kita ke arah mana Mba?"
Sapa supir taksi dengan mobil Mercy nya sambil mulai menyalakan argo.
Astaga... saya baru sadar..saya naik taksi eksekutif kah??! Haduuh....Sial...gara2 calo sialan itu, saya ga sadar terbawa emosi tanpa pikir panjang, naik taksi eksekutif tanpa membawa voucher taksi dan uang di dompet yang hanya tinggal 4 lembar seratus ribuan. Tapi ya sudahlah ya... brangkaaaat...! :)

Perbincangan kecil sepanjang jalan tol pun di mulai. Dari mulai bertanya bagaimana Bapak supir taksi memulai kariernya, hingga ia menjadi supir taksi eksekutif itu. Mata saya menyisir hampir ke seluruh bagian mobil. Kursi yang luas, empuk..hihi.. dan berakhir di mesin credit card di hadapan saya.

"Alamak....mesin credit card yak... kalau sampai Cinere, kira2 bakal ngabisin berapa lembar duit gw ya??" (gumam saya dalam hati)

Mata saya tertuju ke arah argo yang sudah bertengger di angka Rp150ribu! Padahal baru 10 menit perjalanan keluar bandara menuju tol. Saya pun mulai panik... #eeaa
Berpikir......berpikir.....dan saya ha
rus bersiasat agar saya bisa melanjutkan perjalanan pulang tanpa harus bangkrut dan jadi gembel sesampainya di rumah.

Dan saya pun mulai menelpon salah satu kawan dekat saya, Asty. Kira-kira begini perbincangan aneh diantara kami di tlp malam itu.

Saya: "Halo..ty! jadi gimana ni? gw tunggu di mana, gw udah di tol ni, lewat Slipi..lw mau ketemu dmn?"
Asty: " Halo...?? ta...?? ta..? apaan si ta?? halo...? eh..ih..apaan si? lu ngomngin apaan si ta??"
Saya: "Oooh...yaudah..gw turun di halte Peninsula ya..ga peke lama ya..sip!"
Asty:"..............."

Argo saat itu sudah di angka Rp18orb dan saya semakin panik.
Akhirnya saya meminta supir taksi tersebut untuk menurunkan saya di halte depan Peninsula, Slipi dengan alasan saya akan bertemu kawan saya di sana. Perjalanan dengan taksi surga itu pun berakhir.

Setelah turun dari taksi, dan memastikan taksi itu telah menjauh dan hilang dari jarak pandang, saya langsung mencari taksi reguler bercat putih yang biasa saya tumpangi. Sambil cekikikan sendiri, saya kembali menelpon Asty dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tak pelak, asty pun tertawa tanpa henti, menyadari kelakuan saya yang konyol malam itu. Bahkan ia sempat mengira saya diculik! ahahah *maap ya asty...hihihi

Ahh....syukurlah...uang saya masih sisa 2 lembar. :)
Kejadian itu masih lekat betul di pikiran saya. Betapa dodol nya kelakuan saya malam itu. Tapi di lua semua itu, saya merasa senang karena berkesempatan untuk meenumpangi taksi eksekutif untuk pertama kalinya dalam hidup saya! hahaha... :)


Ternyata gitu toh rasanya.....ihihi.. :)



Jumat, 02 September 2011

Ada yang Salah dari Sebuah Istilah "Memaafkan & Melupakan"

Kamu pasti pernah mendengar istilah, "Lebih mudah memaafkan dibanding melupakan." Saya sendiri termasuk ke dalam "golongan" wanita yang pernah menggunakan istilah tersebut hanya untuk menunjukkan betapa memaafkan adalah hal yang mudah bagi kaum wanita, namun begitu sulit untuk melupakan pengalaman kurang menyenangkan yang pernah dialami. Pada kenyataannya, saya menyadari bahwa ada yang salah dari istilah tersebut. Karena yang sebenarnya adalah, kita tidak akan benar-benar bisa memaafkan kecuali kita mampu melupakan.

Memaafkan adalah tindakan toleransi untuk sebuah kesalahan yang dilakukan seseorang yang nggak akan terjadi kalau kamu nggak bisa melupakan kejadian tersebut. Menolak lupa atas sebuah kejadian yang nggak menyenangkan akan menghasilkan ‘dendam’ atau sakit hati yang tertanam dalam hubunganmu dengan orang lain dan bisa berakibat merusak hubungan kalian. Setiap orang pasti pernah mengalaminya. Termasuk saya. Dan lihatlah, betapa sulitnya memilih untuk melupakan sebuah kejadian tidak menyenangkan yang pernah kita alami. Pada akhirnya maaf hanya sebuah kemunafikan dan kenaifan perempuan yang dijadikan alasan untuk merasa menjadi korban.

Walaupun menurutmu kamu telah mampu memaafkan, tapi ingatan atas tindakan seseorang yang tertinggal akan menciptakan pengaruh yang menghasilkan kurangnya rasa percaya. Itu normal. Namun demi Tuhan, rasa tidak percaya adalah perasaan yang sangat menyiksa, khususnya bagi kaum wanita yang pilihan sikapnya berangkat dari perasaan yang dalam.

Pengampunanlah yang sebenarnya memiliki unsur memaafkan dan melupakan. Dan hanya bisa dicapai dengan mengerti apa yang kamu rasakan begitu juga perasaan orang yang melukai hatimu, mengungkapkan apa yang kamu rasakan (dalam porsi rasional), dan memaklumi kalau hubungan kalian lebih penting dibanding siapa yang benar atau salah dan yang terakhir menerima setulus hati permintaan maaf. Lagi-lagi dibutuhkan pemakluman-pemakluman.

Penting untuk benar-benar memahami apa yang kamu rasakan untuk bisa memaafkan dan melupakan. Saat perasaanmu tersakiti yang lumrah terjadi adalah bereaksi keras, walau kamu sadar betul bahwa sebenarnya reaksi tersebut berdampak negatif bagi hubungan kalian. Meredakan amarah atau emosi yang bergejolak sebelum memberikan maaf akan membantumu untuk melupakan. Karena jika kamu langsung memberikan maaf sebelum memiliki kesempatan untuk mengeluarkan rasa frustasi, akan sangat sulit untukmu melupakan kesalahan yang pernah dilakukan.

Satu hal lagi yang penting adalah coba mengerti perasaan orang yang telah melukai hatimu. Coba bicarakan kenapa ia melakukan hal tersebut. Memberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi dari sisi yang berbeda akan membuatmu lebih mudah mengerti alasan hal tersebut mereka lakukan. Berikan dirimu sedikit waktu untuk mengatasi perasaanmu dan menurunkan emosi. Penting untuk menunggu sampai kamu dan dia siap untuk membahas apa yang terjadi dengan kepala dingin. Dan..ah...lagi-lagi saya masih terus belajar untuk bisa bersikap demikian. Seorang Sanguinis akan sangat kesulitan untuk menenangkan diri dan menurunkan level emosi hanya untuk sebuah pembicaraan yang solitif.

Aspek penting dalam memaafkan dan melupakan adalah menghargai hubunganmu dengan orang tersebut lebih tinggi dibanding apa yang kamu anggap benar. Kamu bisa saja benar, tapi menjadi pihak yang benar tidak akan seberharga hubungan yang kalian miliki.

Pada kenyataannya kamu nggak akan bisa benar-benar memaafkan jika kamu nggak bisa melupakan. Menolak lupa pada akhirnya menunjukkan kurangnya rasa percaya pada orang tersebut untuk tidak mengulangi hal yang sama..

Memaafkan dan melupakan adalah hal pribadi. Coba untuk memaafkan dengan dasar mengerti apa yang kamu rasakan dan dia rasakan, menurunkan emosi sebelum bereaksi, dan menghargai hubunganmu agar bisa benar-benar melupakan dan memaafkan serta menerima permintaan maaf dengan hati yang terbuka. Memang semua itu bukanlah perkara mudah, setiap kita memerlukan proses kematangan berpikir dan kemampuan mengendalikan diri. Semoga selalu ada kesempatan untuk belajar banyak hal dari sebuah kesalahan.



Rabu, 27 April 2011

Memasak adalah Pilihan, Bukan Kodrat Perempuan

"perempuan itu harus bisa masak, kalo ngga suaminya bisa kabur..yaah..memang sudah kodratnya begitu.."

Seorang Ibu berkomentar ringan di sela perbincangannya bersama beberapa Ibu rumah tangga lainnya pagi itu. Hanya saya dan tukang sayur yang menutup mulut dan sibuk mencari bumbu dapur yang saya butuhkan. Tidak terlalu lama saya berada di sekitar Ibu-Ibu yang menghabiskan setidaknya 1 jam untuk membicarakan ini itu, begini-begitu, si ini si itu. Saya pun bergegas pulang dan membawa semua kebutuhan untuk masak pagi itu. Komentar seorang ibu tadi cukup menyita perhatian saya. Sambil berjalan santai saya hanya tersenyum dan mulai memikirkan hal itu di kepala.

Ada apa dengan perempuan dan memasak?

Saya suka memasak. Bukan karena saya perempuan. Sekalipun saya dilahirkan sebagai laki-laki, saya tetap akan beranggapan demikian. Walaupun memang memasak bukan menjadi hobi saya seperti halnya menulis atau bercuap-cuap di depan microphone (siaran radio). Bagi saya, memasak adalah kegiatan yang menyenangkan, seni malahan. Bukan apa-apa, karena dapat membuat perut kenyang :) Banyak kegiatan yang menghabiskan tenaga & pikiran, hingga pada akhirnya membuat kita lapar. Namun berbeda halnya dengan memasak, aktivitas yang membuat perut kenyang, siapa pula yang tidak senang?
Coba perhatikan kalimat yang diungkapkan seorang ibu yang saya temui pagi itu, saya pikir, ada tiga ide yang menurut saya terlalu picik. "perempuan itu harus bisa masak" bagaimana dengan perempuan yang tidak suka masak? apakah mereka tidak layak disebut sebagai perempuan? "kalo ngga, suaminya bisa kabur" macam mana pula itu!?*logatbatak. Kalaupun ada seorang laki-laki (suami) yang bersikap demikian, saya yakin bukan semata-mata karena sang istri tidak bisa masak.
"yaah..memang sudah kodratnya begitu.."
menurut saya, memasak bukanlah kodrat perempuan. Memasak, mencuci, mengurus anak, adalah pekerjaan yang bisa saja dilakukan baik perempuan maupun laki-laki. Kodrat perempuan itu memang ada, ia punya rahim sehingga bisa menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Namun untuk hal-hal lain seperti mengasuh anak, memasak, mencuci baju, membersihkan rumah itu bukanlah kodrat. Budaya yang memilah-milah pekerjaan menjadi pekerjaan perempuan dan pekerjaan laki-laki. Di era modern ini, sudah sepantasnya perempuan dan laki-laki saling bekerjasama baik dalam relasi suami-istri, pekerjaan, maupun kehidupan bermasyarakat. Tidak terbatas maupun merasa dibatasi oleh gender.

Sembari mengupas bawang, menyiangi bahan-bahan, dan merebus air, saya masih terus berpikir. Pertanyaan-pertanyaan di kepala muncul dan berusaha saya jawab sendiri. Memang, tidak dapat dipungkiri, ada kepuasan tersendiri ketika seorang perempuan bisa memasak. Bahkan, hal itu tidak jarang menjadi nilai tambah di mata kaum adam. Yaa.. maka dari itu, menurut saya memasak adalah sebuah pilihan. Bukan kodrat perempuan. Bukan pula hanya menjadi nilai tambah bagi perempuan di mata kaum adam. Apabila seorang laki-laki bisa memasak, itupun menjadi nilai tambah di mata kaum hawa. Bukankah demikian? :)

Tanpa terasa, satu setengah jam sudah saya menghabiskan waktu di dapur. Pilihan saya hari itu adalah memasak sayur asem, sambal goreng, mendoan dan perkedel jagung. Nyamm..nyamm.. terbukti sudah, memasak memang kegiatan yang menyenangkan, tidak hanya bagi kaum perempuan, laki-laki pun demikian. Setidaknya perut kenyang, hati senang :)

Selamat Makaaannnn :P

Rabu, 20 April 2011

Batching Plant Visit & Gadis "Jenius!"

Sperti biasanya..
Saya selalu semangat dalam setiap kesempatan yang memberikan pengalaman baru. Cerita ini terjadi ketika saya masih melakukan magang di departemen Brand Support & Compliance PT Holcim Indonesia. Cerita yang tidak akan pernah saya lupakan, karena....merupakan salah satu bukti kebuodohan saya di antara kebodohan-kebodohan lainnya. :)

oh..ya..sebelum jauh bercerita, saya ingin memperkenalkan seorang wanita cerdas, berjiwa muda, yang selalu ceria, semangat, dan selalu memekikkan istilah "Markisol" Mari Kita Sholat) di saat tiba waktu Sholat di kantor :) Namanya Mba Lisna, ya.. saya bubuhi "Mba" supaya saya tetap nampak lebih muda. haha..Kami cukup akrab dan tidak jarang menghabiskan waktu makan siang bersama, bahkan hanya sekedar saling lempar celetukan yang berakhir dengan tawa riang di kantor.

Batching Plant Visit!
entah harus berekspresi apa saya ketika Pak Wayan (Manager sekaligus Babeh kesayangan kami) mengutus saya dan Mba Lisna (dua gadis belia nan jelita ini) untuk melakukan kunjungan ke beberapa pabrik pembuatan beton dan semen yang biasa disebut Batching Plant. Ahh..tapi bukan Ita dan Lisna namanya kalau merengek manja hanya karena takut kulitnya terbakar matahari atau wajahnya tersapu debu yang lucu-lucu itu. haissh..

"Ok, Neng! Besok kita ke Batching Plant Kuningan, terus lanjut ke Plumpang! Nah minggu depan kita ke Batching Plant Pondok Indah dan Rambutan! Okayy!

Mba Lisna memberi arahan kepada saya dengan penuh semangat membera di dada. Tujuan utama kami sebenarnya mengamati dan mengecek apakah branding Holcim di silo (tempat penampungan bahan semen) masih dalam kondisi baik ataukah perlu dilakukan repostering kembali. Minggu pertama berjalan lancar, kunjungan tersebut merupakan pengalaman pertama yang berharga bagi kami. Banyak informasi dan pengetahuan baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya apalagi tentang per'semen'an) hehe..

Memasuki minggu berikutnya, tujuan kami hari itu adalah Batching Plant Hoclim yang berlokasi di Pondok Indah dan Kampung Rambutan. Kunjungan di Pondok Indah berjalan lancarr...walau cuaca sangat tidak bersahabat, karena panas terik dan debu yang membuat wajah kami hampir mirip supir truk molen semen. *.* Akhirnya menjelang sore kami memutuskan untuk mengakhiri "ekspedisi" di Batching Plant Kampung Rambutan.

Sesampainya di sana, kondisi tidak jauh berbeda. Namanya juga pabrik semen..alhasil lagi-lagi kami disambut oleh debu-debu lucu, kerikil, pasir, beton cair, dan kawan-kawannya. Helm safety dan rompi sudah kami pakai, dan kami siap beraksi kembali! :) Bertanya ke sana ke mari, mencatat ini itu, dan tidak lupa memfoto berbagai kegiatan dan peralatan yang digunakan. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Wajah saya terasa teballl setebal karpet india berbulu domba. @.@

Sambil sedikit bengong memerhatikan seorang operator truk molen yang sedang menyiram sebelum truk yang berisi beton cair itu diantar kepada pemesan, saya menatap air yang diguyurkan di badan truk itu seperti air terjun yang dingin & segar. Ahh...rasanya sudah tak kuasa diri ini ingin mandi dan meng'enyah'kan debu2 lucu dari tubuh saya.


"Ta! sini! ngapain di situ sendirian?!"

Teriak Mbal Lisna memecah imajinasi saya tentang air terun tadi. Melihat Mba Lisna sedang asik berbincang dengan salah satu batcher, sambil menghampirinya saya berhenti sejenak di sebuah keran air dan berniat untuk mencuci tangan. Berhubung air itu terasa begitu dingin di telapak tangan saya, sontak saja saya basuhkan air itu ke wajah saya dengan niat menyegarkan pandangan yang rasanya buram karena debu.

"MBAK! MBAK! JANGAN CUCI MUKA PAKAI AIR ITU! ITU AIR LIMBAH!!"

Suara seorang operator batching plant itu langsung membuat saya terkejut sekaligus bingung! Bagaimana bisa, air limbah keluar dari keran? dengan bodohnya saya pikir air itu air bersih dan tanpa dosa membasuhkannya di wajah saya yang manis ini. hehe..

"HUAHAHUAHUHAUAHUAHUAHAUA!!"

Tebak siapa yang tertawa sebahagia itu melihat saya mendzalimi diri saya sendiri??
YA! siapa lagi.. Mba Lisna menghampiri saya sambil menahan tawa dan tak henti-hentinya memaksa mulutnya tetap rapat, sampai suara tawanya hanya berakhir di tenggorokannya,. Ahhh SIAL!



"S O T O Y sii Lw Neng! ahahaha!"
Ejek Mba Lisna sambil terus tertawa kecil mengamati saya yang sedikit salah tingkah. Saya hanya bisa tertawa miris meratapi nasib saya hari itu. Saya masih bingung kenapa air yang keluar dari keran itu dibilang air limbah?? Ternyata, air limbah bekas mencuci Truk Molen di Batching Plant itu, didaur ulang dang dipakai lagi untuk kebutuhan mencuci truk lainnya. Bahkan, air sisa pembuatan semen atau beton cair pun didaur ulang pula!! iyeeeuh...

Untung saja wajah saya tidak berubah dan bersisik atau malah berkerikil! Ah! saya masih tidak habis pikir, saya mencuci muka dengan air limbah bahkan air itu mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan kulit manusia!!! :(
Kebodohan saya hari itu fatal sekali ya...hahaha..

"JENIUS!"

Apapun itu, semua hal yang saya alami betul-betul menjadi bagian dari cerita hidup yang luar biasa. Bertemu dan mengenal orang-orang yang juga luar biasa.
Thank you ya Pak Wayan, Mba Lisna, Mba Lisa, Mba Piping, Mba Lelia, Mba dini, Mba Dika, Mba Dian, Mba Irma, Mba Nina, Mba Aps...Semuanya..atas kesempatan belajar, kesempatan membuat kesalahan dan menjadikannya pelajaran, dan segala bentuk perhatian..

Senin, 21 Februari 2011

Negeri Pelangi

Ada rasa yang tak dapat diuntai dengan kata.
Seperti manusia yang kehilangan asa..terpaku bisu di sudut waktu.
Aku sesekali termangu, menyelam dalam di lamunanku..
Bahasa tak lagi mampu menerjemahkan amarahku.

Aah...Lembayung di ufuk sedikit menenteramkan.
Cahayanya jingga di sudut daun pintu.
Adakah yang mampu berdongeng
tentang negeri pelangi yang ku mimpikan semalam?
Jika ada, kaulah teman mimpiku semalam.
Berlarilah, walau sedikit lelah..
Berlari ke arahku..
Dan ketika saat itu tiba,
kau akan mendapatiku berpeluh menanti.
Sembari sesekali menuntaskan rajutan pelangi
di wajah seorang anak laki-laki.

Sudah tahu kau ku nanti..
mengapa tak kunjung kau ketuk pintu ini.
Hanya berdiri di kejauhan dan melambaikan tangan.
Bersembunyi di balik nama agung sebuah takdir.
Berlarilah ke arahku..
Dan temaniku melanjutkan mimpiku semalam di negeri pelangi.


Nooraprilia.