Rabu, 27 April 2011

Memasak adalah Pilihan, Bukan Kodrat Perempuan

"perempuan itu harus bisa masak, kalo ngga suaminya bisa kabur..yaah..memang sudah kodratnya begitu.."

Seorang Ibu berkomentar ringan di sela perbincangannya bersama beberapa Ibu rumah tangga lainnya pagi itu. Hanya saya dan tukang sayur yang menutup mulut dan sibuk mencari bumbu dapur yang saya butuhkan. Tidak terlalu lama saya berada di sekitar Ibu-Ibu yang menghabiskan setidaknya 1 jam untuk membicarakan ini itu, begini-begitu, si ini si itu. Saya pun bergegas pulang dan membawa semua kebutuhan untuk masak pagi itu. Komentar seorang ibu tadi cukup menyita perhatian saya. Sambil berjalan santai saya hanya tersenyum dan mulai memikirkan hal itu di kepala.

Ada apa dengan perempuan dan memasak?

Saya suka memasak. Bukan karena saya perempuan. Sekalipun saya dilahirkan sebagai laki-laki, saya tetap akan beranggapan demikian. Walaupun memang memasak bukan menjadi hobi saya seperti halnya menulis atau bercuap-cuap di depan microphone (siaran radio). Bagi saya, memasak adalah kegiatan yang menyenangkan, seni malahan. Bukan apa-apa, karena dapat membuat perut kenyang :) Banyak kegiatan yang menghabiskan tenaga & pikiran, hingga pada akhirnya membuat kita lapar. Namun berbeda halnya dengan memasak, aktivitas yang membuat perut kenyang, siapa pula yang tidak senang?
Coba perhatikan kalimat yang diungkapkan seorang ibu yang saya temui pagi itu, saya pikir, ada tiga ide yang menurut saya terlalu picik. "perempuan itu harus bisa masak" bagaimana dengan perempuan yang tidak suka masak? apakah mereka tidak layak disebut sebagai perempuan? "kalo ngga, suaminya bisa kabur" macam mana pula itu!?*logatbatak. Kalaupun ada seorang laki-laki (suami) yang bersikap demikian, saya yakin bukan semata-mata karena sang istri tidak bisa masak.
"yaah..memang sudah kodratnya begitu.."
menurut saya, memasak bukanlah kodrat perempuan. Memasak, mencuci, mengurus anak, adalah pekerjaan yang bisa saja dilakukan baik perempuan maupun laki-laki. Kodrat perempuan itu memang ada, ia punya rahim sehingga bisa menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Namun untuk hal-hal lain seperti mengasuh anak, memasak, mencuci baju, membersihkan rumah itu bukanlah kodrat. Budaya yang memilah-milah pekerjaan menjadi pekerjaan perempuan dan pekerjaan laki-laki. Di era modern ini, sudah sepantasnya perempuan dan laki-laki saling bekerjasama baik dalam relasi suami-istri, pekerjaan, maupun kehidupan bermasyarakat. Tidak terbatas maupun merasa dibatasi oleh gender.

Sembari mengupas bawang, menyiangi bahan-bahan, dan merebus air, saya masih terus berpikir. Pertanyaan-pertanyaan di kepala muncul dan berusaha saya jawab sendiri. Memang, tidak dapat dipungkiri, ada kepuasan tersendiri ketika seorang perempuan bisa memasak. Bahkan, hal itu tidak jarang menjadi nilai tambah di mata kaum adam. Yaa.. maka dari itu, menurut saya memasak adalah sebuah pilihan. Bukan kodrat perempuan. Bukan pula hanya menjadi nilai tambah bagi perempuan di mata kaum adam. Apabila seorang laki-laki bisa memasak, itupun menjadi nilai tambah di mata kaum hawa. Bukankah demikian? :)

Tanpa terasa, satu setengah jam sudah saya menghabiskan waktu di dapur. Pilihan saya hari itu adalah memasak sayur asem, sambal goreng, mendoan dan perkedel jagung. Nyamm..nyamm.. terbukti sudah, memasak memang kegiatan yang menyenangkan, tidak hanya bagi kaum perempuan, laki-laki pun demikian. Setidaknya perut kenyang, hati senang :)

Selamat Makaaannnn :P

2 komentar:

  1. betul tha,cuz mba sus juga g bisa masak,mentok masak nasi&air,tapi kita tetap perempuan donk hehehe..

    BalasHapus
  2. setuju banget ta, parah setujunya.
    pemikiran kita persis yah.
    gue jadi punya ide utk membahas hal dengan ide serupa namun berbeda..

    BalasHapus